Senin, 11 Juni 2012
Manufacturing Hope 30
Manufacturing Hope 30
Dua lagi perusahaan BUMN yang tahun
ini melejit melampaui batas negara: PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT
Batan Teknologi (Persero).
Garuda, secara mengejutkan, saat ini
sudah lebih besar daripada Malaysia Airlines (MAS) dan Thai Airways, Thailand.
Bahkan, sudah lebih besar daripada Air France! Value Garuda kini mencapai Rp 18
triliun. Sudah sekitar Rp 1 triliun lebih besar daripada MAS dan Thai. Dengan
demikian, untuk Asia Tenggara kini Garuda tinggal kalah dari Singapore
Airlines.
Memang tidak ada alasan bagi
Indonesia untuk serbakalah dari sesama negara ASEAN. Di antara 10 negara Asia
Tenggara, kekuatan ekonomi Indonesia sudah mencapai 51 persen sendiri. Baru
yang 49 persen dibagi sembilan negara lainnya.
Di bawah direksi Garuda yang
sekarang dengan Dirut Emirsyah Satar, prestasi itu akan terus bisa dipacu.
Inilah direksi yang dari segi umur relatif masih muda-muda. Inilah direksi yang
berada di puncak antusias dan gairahnya. Iklim seperti itu secara otomatis akan
menjalar dan mewabah ke jajaran di bawah dan di bawahnya lagi.
Ekonomi Indonesia yang terus membaik
memang bisa menjadi ladang subur bagi Garuda. Penambahan pesawat yang terus
dilakukan, termasuk yang kelas 100 tempat duduk, akan membuat Garuda terbang
kian tinggi.
Langkah terbarunya untuk bisa
dipercaya Kanada sebagai pusat perawatan pesawat Bombardier se-Asia Pasifik
memberikan hope yang lebih besar lagi. Dengan demikian, GMF AeroAsia, salah
satu anak perusahaan Garuda, akan menjadi perusahaan kelas dunia juga. Ini
karena pembuat mesin pesawat terkemuka di dunia lainnya, GE dari USA, juga
sudah memercayakan perawatan mesin GE ke GMF AeroAsia.
Seperti tidak kalah dengan prestasi
Garuda dan enam BUMN kelas dunia lainnya (BRI, Bank Mandiri, Telkom, BNI, PGN,
dan Semen Gresik) kini muncul si cabe rawit: PT Batan Teknologi.
Tahun ini di bawah Dirut baru Dr Ir
Yudiutomo Imardjoko, BatanTek tidak hanya bisa bangkit dari kuburnya. Bahkan,
begitu bangkit langsung bisa berlari dengan kencangnya. Larinya pun ke
mana-mana, termasuk ke puluhan negara Asia.
Padahal, pada 2010 lalu BatanTek
sudah dicabut nyawanya. Ini gara-gara ada larangan internasional untuk
melakukan pengayaan uranium tingkat tinggi. Ini dikhawatirkan bisa
disalahgunakan menjadi senjata nuklir.
Sejak itu PT BatanTek berhenti
memproduksi radioisotop. Tim BatanTek sudah berusaha mengubah proses pengayaan
uranium menjadi tingkat rendah, tapi tidak mampu. Bahkan, BatanTek sudah mendatangkan
ahli dari USA untuk menularkan pengetahuan proses uranium tingkat rendah. Tapi,
ini juga gagal.
Akibatnya, rumah-rumah sakit yang
selama ini menggunakan radioisotop dari BatanTek memilih membeli dari sumber
lain. Semua pelanggan marah dan memutuskan hubungan. BatanTek praktis mati.
Untunglah Dr Yudiutomo datang dan
menjadi Dirut baru. Anak Maospati, Magetan, lulusan Fakultas Teknik Nuklir UGM
ini memang bukan sembarang orang. Dia meraih gelar doktor di bidang nuklir di
Iowa State University, USA.
Dr Yudiutomo mengajak ahli nuklir
sealmamater di UGM, Dr Ing Kusnanto, untuk menjadi direktur produksi. Dr
Kusnanto meraih gelar doktor nuklir dari Aachen, Jerman.
Karena PT BatanTek masih dalam
keadaan sulit, sejak awal dua ahli nuklir ini memilih menghemat: menyewa satu
rumah untuk dihuni berdua. Keluarga ditinggal di Jogja.
Dua orang inilah yang tidak
henti-hentinya berpikir agar BatanTek bisa melakukan pengayaan uranium tingkat
rendah. Siang malam dua ahli ini terus berdiskusi. Keputusan untuk tinggal satu
rumah membuat diskusi mereka berlanjut setelah jam kantor sekalipun. Di rumah
kontrakan itulah mereka bisa berdiskusi sampai pukul dua dini hari.
Hasilnya luar biasa: mereka
menemukan cara baru mengayakan uranium tingkat rendah. Bukan cara yang sudah
dikenal di dunia sekarang ini, tapi cara baru yang untuk mudahnya saya beri
saja nama “Formula YK” (Yudiutomo Kusnanto).
Formula YK ini menggunakan prinsip
electro plating. Menggantikan cara lama sistem foil target. Prinsipnya, sebelum
dimasukkan ke reaktor nuklir, uranium di-plating dengan rumus tertentu. Cara
ini, meski kelak diketahui ahli lain pun, akan sulit ditiru. Rumus
angka-angkanya tidak akan diungkap.
Masalahnya: dari mana perusahaan
dapat tambahan modal? Reaktor nuklirnya sih bisa tetap menggunakan reaktor
milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang di Serpong itu. Tapi, banyak
peralatan PT BatanTek yang harus diperbarui atau diperbaiki.
“Perlu berapa?” tanya saya saat
rapat dengan dua ahli nuklir itu di Serpong.
“Cukup besar, Pak. Rp 85 miliar,”
jawab Dr Yudiutomo.
“Saya carikan!”
Saya pun menghubungi Bank Rakyat
Indonesia. Saya memang sangat kagum dan terharu melihat kegeniusan dua ahli
ini. Saya bisa merasakan getaran semangatnya yang meluap. Saya juga melihat
kilatan matanya yang menyiratkan keinginan untuk maju. Inilah ilmuwan yang
memiliki kemampuan manajerial yang andal. Intelektual sekaligus entrepreneur!
Dengan penemuan baru Formula YK ini
Indonesia berhasil menjadi satu-satunya negara di Asia yang mampu memproduksi
radioisotop. Kini seluruh negara Asia datang ke BatanTek untuk membeli
radioisotop!
Radioisotop adalah bahan yang sangat
penting untuk pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Radioisotop adalah bahan
yang tidak bisa dipisahkan dengan kedokteran nuklir. Dengan radioisotop
organ-organ di dalam badan bisa dilihat secara berwarna dan tiga dimensi. Ini
sudah berbeda dengan radiologi yang hanya bisa hitam putih dan dua dimensi.
Maka, pemeriksaan melalui MRI, CT,
gamma camera, serta operasi yang menggunakan pisau gama mutlak memerlukan
radioisotop. Jepang pun tidak memproduksinya sehingga pasar radioisotop kita
amat besar. Apalagi Tiongkok.
Waktu saya mendampingi Presiden SBY
makan siang dengan Presiden Hu Jintao di Beijing yang lalu, saya pun promosi
radioisotopnya BatanTek. Kebetulan saya berada di sebelah menteri perdagangan
Tiongkok. Selama makan siang itu saya terus minta agar Tiongkok membeli
radioisotop kita.
Dengan kemampuan Dr Yudiutomo dan
timnya menembus pasar Jepang, Tiongkok, Malaysia, dan negara-negara Asia lain,
masa depan PT Batan Teknologi amat cerah. Tahun ini omzetnya langsung bisa
mencapai Rp 200 miliar. Tidak mustahil bakal bisa mencapai Rp 1 triliun dan
kemudian Rp 3 triliun di kemudian hari.
Amerika dan Australia, meski mampu
membuat radioisotop, bukan pesaing kita. Umur radioisotop ini hanya 60 jam.
Setelah itu daya radiasinya habis. Untuk kebutuhan Tiongkok 10 curie, misalnya,
Tiongkok harus membeli 60 curie. Yang 50 curie hilang di jalan. Karena itu,
pengirimannya harus dengan pesawat. Harus dihitung waktu pengirimannya sejak
dari Serpong ke bandara dan seterusnya.
Saya tentu ingin dua ahli kita ini
tidak berhenti di radioisotop. Keduanya juga optimistis pengetahuannya akan
sangat berguna untuk pertanian dan pengeboran minyak.
Tapi, biarlah BatanTek maju dulu.
Jadi raja Asia dulu. Dua tahun lagi kita bicara nuklir untuk mengamankan pangan
kita. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Menteri BUMN
copyrigt: pointer angine
0 Responses So Far:
Posting Komentar