Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, mengakui ekspor kayu gaharu selama ini sulit langsung pasar China dan membuat harga gaharu Indonesia lebih mahal.
Dengan perdagangan langsung, produsen Indonesia mendapat harga tinggi karena tidak ada biaya perantara, sedangkan konsumen China untung karena mendapat harga yang lebih murah. Mengacu pada kesepakatan perdagangan, harga jual ekspor kayu gaharu ditetapkan US$ 10-US$ 15.000 per kilogram. Penentuan harga ditetapkan berdasar kualitas kayu gaharu. Kesepakatan ini diharapkan juga bisa menekan ekspor kayu gaharu ilegal.
Zulkifli menegaskan, Kementrian Kehutanan akan terus meningkatnya permintaan ekspor dan tingginya harga jual komoditas tersebut membuat pemerintah mengkaji peningkatan produksi melalui pengembangan hutan budi daya. Selama ini 98% dari total ekspor produk gaharu dalam negeri berasal dari hutan alam. “Dengan peningkatan permintaan di pasar dunia, Indonesia tidak bisa mengandalkan gaharu dari hutan alam saja, harus dikembangkan produksi melalui hutan budi daya,” ujarnya.
Beberapa lokasi di Indonesia memiliki iklim yang cukup mendukung bagi pengembangan hutan budi daya gaharu. Di antaranya Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Bangka Belitung dan Lampung. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan total varietas gaharu dunia mencapai 15 varietas dan enam di antaranya tumbuh di seluruh daerah di Indonesia kecuali Jawa dan Sunda Kecil.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Gaharu Indonesia, Mashur menyatakan. asosiasi siap ikut aktif dalam pengembangan budi daya. Rencananya akan ada laboratorium genetika gaharu yang dikembangkan oleh asosiasi, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Dengan memanfaatkan budi daya, kayu gaharu bisa dipanen pada usia tiga tahun. Selama ini, tanaman gaharu di hutan alam baru bisa diambil pada usia 6-8 tahun. Gaharu budi daya membutuhkan biaya mulai tanam hingga panen sebesar Rp 4 juta per pohon.
Indonesia kini bisa menembus pasar ekspor gaharu ke Tiongkok, setelah sebelumnya ekspor komoditas ini harus melewati negara ketiga, seperti Taiwan, Singapura, dan Hong Kong. “Selain volume perdagangan kita meningkat, petani dan pengusaha gaharu nasional juga memperoleh harga yang tinggi karena tidak ada `fee` untuk pihak ketiga dari perdagangan langsung ini, demikian juga pihak Tiongkok,” kata Menteri Kehutanan.
Di pasar Internasional, katanya, saat meresmikan ekspor langsung perdana kayu gaharu ke Tiongkok, kebutuhan gaharu dunia setiap tahun mencapai 4.000 ton dan Tiongkok merupakan salah satu negara pengimpor gaharu terbesar dengan kebutuhan per tahun mencapai 500 ton. Selama ini, ekspor gaharu Indonesia lebih banyak ditujukan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, dan Uni Eropa karena kesulitan untuk menembus langsung ke pasar Tiongkok.
Dalam lima tahun terakhir ini, total ekspor gaharu Indonesia berkisara 170-573 ton dengan perkiraan perolehan devisa pada tahun 2006 sebesar 26.086.350 dolar AS dan meningkat menjadi 85.987.500 dolar tahun 2010.“Kita menargetkan dalam beberapa tahun ke depan ekspor gaharu tidak hanya bersumber dari hutan alam, tetapi juga dari hasil budidaya,” kata Zulkifli. Ekspor gaharu ini dilakukan dalam bentuk serpihan (chips), balok kayu (block), Serbuk (powder), dan minyak (oil).
Zulkifli mengatakan, potensi gaharu di Indonesia diperkirakan mencapai 600 ribu ton per tahun dengan sentra produksi berada di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Harga gaharu Indonesia berkisar Rp 100.000-150.000.000 per kg, tergantung kualitasnya. Saat ini, budidaya gaharu sudah mulai dikembangkan di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung, dan NTT. “Kalau kita mengandalkan dari alam saja tentulah pasokan terbatas,” katanya.
Menuru Mashur, selama ini perdagangan langsung gaharu dari Indonesia ke Tiongkok terhalang sindikasi mafia. “Kita susah langsung masuk ke pasar negara itu karena gaharu ini memang sangat mahal,” katanya. Selama ini, menurut dia, 98 persen pasokan gaharu Indonesia masih berasal dari hutan alam. “Potensinnya di Indonesia masih sangat tinggi dari hutan yang sangat luas,” katanya. Satu pohon, dia bilang bisa menghasilkan 600 kg serpihan (chips).
Gaharu kualitas paling tinggi di Indonesia “aquilaria filaria” kebanyakan berada di hutan Kalimantan Timur dan harganya mencapai Rp 150 juta per kg. “Kalau di China mereka bisa jual Rp 400 juta per kg, sedangkan di Timur Tengah untuk yang kualitas tinggi ini dijual dengan harga Rp 300 juta per kilo
Sumber : Jurnalreportase
Dengan perdagangan langsung, produsen Indonesia mendapat harga tinggi karena tidak ada biaya perantara, sedangkan konsumen China untung karena mendapat harga yang lebih murah. Mengacu pada kesepakatan perdagangan, harga jual ekspor kayu gaharu ditetapkan US$ 10-US$ 15.000 per kilogram. Penentuan harga ditetapkan berdasar kualitas kayu gaharu. Kesepakatan ini diharapkan juga bisa menekan ekspor kayu gaharu ilegal.
Zulkifli menegaskan, Kementrian Kehutanan akan terus meningkatnya permintaan ekspor dan tingginya harga jual komoditas tersebut membuat pemerintah mengkaji peningkatan produksi melalui pengembangan hutan budi daya. Selama ini 98% dari total ekspor produk gaharu dalam negeri berasal dari hutan alam. “Dengan peningkatan permintaan di pasar dunia, Indonesia tidak bisa mengandalkan gaharu dari hutan alam saja, harus dikembangkan produksi melalui hutan budi daya,” ujarnya.
Beberapa lokasi di Indonesia memiliki iklim yang cukup mendukung bagi pengembangan hutan budi daya gaharu. Di antaranya Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Bangka Belitung dan Lampung. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan total varietas gaharu dunia mencapai 15 varietas dan enam di antaranya tumbuh di seluruh daerah di Indonesia kecuali Jawa dan Sunda Kecil.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Gaharu Indonesia, Mashur menyatakan. asosiasi siap ikut aktif dalam pengembangan budi daya. Rencananya akan ada laboratorium genetika gaharu yang dikembangkan oleh asosiasi, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Dengan memanfaatkan budi daya, kayu gaharu bisa dipanen pada usia tiga tahun. Selama ini, tanaman gaharu di hutan alam baru bisa diambil pada usia 6-8 tahun. Gaharu budi daya membutuhkan biaya mulai tanam hingga panen sebesar Rp 4 juta per pohon.
Indonesia kini bisa menembus pasar ekspor gaharu ke Tiongkok, setelah sebelumnya ekspor komoditas ini harus melewati negara ketiga, seperti Taiwan, Singapura, dan Hong Kong. “Selain volume perdagangan kita meningkat, petani dan pengusaha gaharu nasional juga memperoleh harga yang tinggi karena tidak ada `fee` untuk pihak ketiga dari perdagangan langsung ini, demikian juga pihak Tiongkok,” kata Menteri Kehutanan.
Di pasar Internasional, katanya, saat meresmikan ekspor langsung perdana kayu gaharu ke Tiongkok, kebutuhan gaharu dunia setiap tahun mencapai 4.000 ton dan Tiongkok merupakan salah satu negara pengimpor gaharu terbesar dengan kebutuhan per tahun mencapai 500 ton. Selama ini, ekspor gaharu Indonesia lebih banyak ditujukan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, dan Uni Eropa karena kesulitan untuk menembus langsung ke pasar Tiongkok.
Dalam lima tahun terakhir ini, total ekspor gaharu Indonesia berkisara 170-573 ton dengan perkiraan perolehan devisa pada tahun 2006 sebesar 26.086.350 dolar AS dan meningkat menjadi 85.987.500 dolar tahun 2010.“Kita menargetkan dalam beberapa tahun ke depan ekspor gaharu tidak hanya bersumber dari hutan alam, tetapi juga dari hasil budidaya,” kata Zulkifli. Ekspor gaharu ini dilakukan dalam bentuk serpihan (chips), balok kayu (block), Serbuk (powder), dan minyak (oil).
Zulkifli mengatakan, potensi gaharu di Indonesia diperkirakan mencapai 600 ribu ton per tahun dengan sentra produksi berada di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Harga gaharu Indonesia berkisar Rp 100.000-150.000.000 per kg, tergantung kualitasnya. Saat ini, budidaya gaharu sudah mulai dikembangkan di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung, dan NTT. “Kalau kita mengandalkan dari alam saja tentulah pasokan terbatas,” katanya.
Menuru Mashur, selama ini perdagangan langsung gaharu dari Indonesia ke Tiongkok terhalang sindikasi mafia. “Kita susah langsung masuk ke pasar negara itu karena gaharu ini memang sangat mahal,” katanya. Selama ini, menurut dia, 98 persen pasokan gaharu Indonesia masih berasal dari hutan alam. “Potensinnya di Indonesia masih sangat tinggi dari hutan yang sangat luas,” katanya. Satu pohon, dia bilang bisa menghasilkan 600 kg serpihan (chips).
Gaharu kualitas paling tinggi di Indonesia “aquilaria filaria” kebanyakan berada di hutan Kalimantan Timur dan harganya mencapai Rp 150 juta per kg. “Kalau di China mereka bisa jual Rp 400 juta per kg, sedangkan di Timur Tengah untuk yang kualitas tinggi ini dijual dengan harga Rp 300 juta per kilo
Sumber : Jurnalreportase
0 Responses So Far:
Posting Komentar